SEMARANG, KOMPAS.com — Fatwa haram yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan merupakan tindakan yang tidak bijaksana. Seharusnya MUI duduk
bersama pemerintah sebelum mengeluarkan fatwa tersebut agar tidak
muncul kegaduhan.
Pandangan itu dilontarkan Wakil Rais Syuriah
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah, Muhammad Adnan, di
Semarang, Kamis (30/7/2015). Adnan menganalogikan tindakan MUI tersebut
seperti melempar petasan di tengah keramaian.
"BPJS ini kan
sangat dibutuhkan orang miskin. Ada dasar hukum dan undang-undangnya.
Menurut saya, ini seperti melempar mercon di tengah kerumunan. Artinya,
tidak bijaksana. Bisa saja kan ini secara terstruktur dibahas dulu,"
kata Adnan.
Menurut Adnan, MUI memang berhak mengeluarkan fatwa,
tetapi perlu juga diingat bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk.
Indonesia tidak bisa disamakan seperti negara-negara di Timur Tengah
yang homogen, yang bisa membuat fatwa mengikat seluruh warga negara.
"Tapi
di sini ada NU, MUI, Muhammadiyah, dan bahkan kelompok-kelompok Islam
yang kecil yang lain, yang kadang-kadang tidak sesuai atau sepakat
dengan fatwa MUI," kata Adnan.
Lebih mengherankan lagi, kata
Adnan, solusi yang ditawarkan MUI kepada pemerintah adalah sistem BPJS
Syariah. Adnan yakin perubahan dari BPJS konvensional ke BPJS Syariah
tidak akan mengubah apa pun.
"Harapannya nanti muncul
istilah-istilah yang lebih syariah atau yang Islami. Ini lagi-lagi
persoalan label. Jadi seperti bank, ada yang konvensional ada yang
syariah. Tapi praktiknya sama, hanya istilah-istilahnya saja yang
berbeda," ungkap dia.
Menyikapi hal itu, PWNU Jawa Tengah
mengusulkan kepada MUI maupun pemerintah untuk segera mengambil tindakan
demi menenangkan masyarakat. Jika gonjang-ganjing masalah BPJS ini
dibiarkan bebas bergulir, maka akan muncul rasa antipati masyarakat
kepada MUI.
Otoritas MUI sebagai pemegang fatwa akan menjadi
tidak berarti. "Saya khawatir masyarakat menjadi tidak peduli. Haram pun
akan dia lakukan karena tidak percaya dengan fatwa. Karena ada situasi
dan kondisi yang lebih orang penting bagi orang-orang miskin terutama,"
kata Adnan.
No comments:
Post a Comment