Tuesday, January 3, 2017

PBHSI Desak Kepolisian Untuk Segera Tindak Lanjuti Kasus Habib Rizieq


Perhimpunan Bantuan Hukum Solidaritas Indonesia (PBHSI) meminta Kepolisian segera menindaklanjuti proses pelaporan hukum terhadap Habib Rizieq Syihab. Sebab, Kepolisian dinilai lamban dalam menangani sejumlah pengaduan yang menempatkan imam besar Front Pembela Islam (FPI) itu sebagai terlapor.

Aktivis dari Perhimpunan Bantuan Hukum Solidaritas Indonesia (PBHSI) Kamaruddin mengatakan, sebenarnya sudah ada beberapa pihak yang melaporkan Habib Rizieq ke polisi. Pertama, Sukmawati Soekarnoputri yang melaporkan Habib Rizieq karena diduga telah menghina Pancasila dan Proklamator RI.






Menurut Kamaruddin, laporan atas Habib Rizieq juga dibuat Student Peace Institute (SPI) Universitas Islam Negeri Jakarta pada 27 Desember 2016 dan Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (PP-PMKRI) pada 26 Desember 2016. Kemudian laporan dari Forum Mahasiswa Lintas Agama (Rumah Pelita) pada tanggal 30 Desember atas cerahamahnya pada tanggal 25 Desember 2016 di Pondok Kelapa atas dugaaan penyebaran kebencian SARA.

"Namun tidak terlihat kecepatan proses dari Kepolisian atas laporan-laporan terhadap Habib Rizieq Syihab tersebut, sangat terkesan pihak kepolisian hanya memberikan prioritas pemrosesan hukum hanya berdasarkan tekanan dan tuntutan aksi massa, atau provokasi sosial media, seperti halnya perkara Ahok," kata Kamaruddin dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (2/1). 

Kamaruddin menegaskan, secara konstitusional semua orang sama di mata hukum. Keadilan harus ditegakan melalui proses hukum yang objektif dan profesional, tanpa adanya tekanan politik dari kelompok atau publik manapun. 

"Kebenaran pada proses hukum tidak ditentukan oleh besarnya aksi massa yang turun ke jalan untuk mendukung atau menentang," tegasnya.

Dia menjelaskan, Indonesia yang dibangun berdasarkan kemajemukan suku, agara, ras dan antar-golongan (SARA) justru belakangan ini terganggu oleh kepentingan politik jangka pendek dengan adanya Pilkada DKI Jakarta. Menurutnya, organisasi kemasyarakatan (ormas) berbasis keagamaan telah menjadi alat legitimasi politik untuk memobilisasi massa demi kepentingan politik praktis calon kepala daerah tertentu.

"Ormas-ormas keagamaan dimanfaatkan oleh aktor-aktor politik untuk melakukan mobilisasi politik dengan memakai dalil agama sebagai alat propaganda dengan mengesampingkan dampak jangka panjang perpecahan antara umat beragama dan bangsa," tutupnya.

Sumber : Merdeka.com 



No comments:

Post a Comment